Jumat, 10 Desember 2010

Perpindahan Panas

I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan mengenai : 1.1. Latar Belakang ercobaan, 1.2. Tujuan Percobaan, 1.3. Prinsip Percobaan, 1.4. Manfaat Percobaan dan 1.5. Waktu dan Tempat Percobaaan.

1.1. Latar Belakang Percobaan

Sejak dahulu kala manusia telah melakukan pengawetan panas pangan. Pengeringan, pengasinan dan fermentasi biasanya mereka lalkukan bila makanan berlebih dan digunakan untuk saat makanan segar tidak ada. Sejak jaman purbakala, manusia telah memanfaatkan panas api untuk memasak bahan pangan.

Proses perpindahan panas adalah suatu aliran suatu zat alir tidak berbobot dan tidak dapat dilihat, disebut kalorik, yang timbul apabila suatu zat dibakar, dan bergerak dari daerah yang banyak kaloriknya (suhunya tinggi) ke daerah yang kurang kaloriknya (suhunya lebih rendah). Apabila perpindahan energi semata-mata terjadi karena perbedaan suhu, peristiwa demikian disebut pengaliran panas. Seperti contoh nyala api pembakar bunsen mengenai suatu sistem yang terdiri atas air dan uap air pada suhu yang lebih rendah . (Wirakartakusumah, 1992).

1.2. Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan perpindahan panas adalah untuk mengetahui proses terjadinya perpindahan panas yang berasal dari bahan dengan suhu tinggi kebahan pangan dengan suhu rendah. Baik secara konduksi, konveksi, dan radiasi.

1.2. Prinsip Percobaan

Prinsip dari percobaan perpindahan panas adalah berdasarkan konduksi yang merupakan proses perpindahan panas yang terjadi tanpa adanya perpindahan moleku-molekul benda. Perpindahan panas konveksi adalah perpindahan panas yang disertai perpindahan molekul bahan yang bergerak akibat dorongan. Dan perpindahan panas radiasi didasarkan pada proses perpindahan panas yang terjadi karena pancaran dalam bentuk gelombang magnetik.

1.3. Manfaat Percobaan

Manfaat percobaan dari perpindahan panas adalah untuk mengetahui proses perpindahan panas dalam bentuk pemberian maupun pengambilan panas dari bahan untuk merubah sifat fisik, kimia dan karakteristik penyimpanan dari bahan tersebut. Proses pemanasan, pemindahan panas pada bahan pangan dimaksudkan untuk menghilangkan atau mengurangi aktifitas biologis yang tidak diinginkan, seperti aktifitas enzime atau mikroba.

1.5. Tempat Percobaan

Percobaan pencampuran air, minyak, gula, pewarna orange dilakukan di Laboratorium Mesin dan Peralatan Industri Pangan, Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan, Bandung.


II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan mengenai : 2.1. Perpindahan Panas, 2.2. Mekanisme Perpindahan Panas, 2.3. Aplikasi Pengolahan,

2.1. Perpindahan Panas

Perpindahan panas merupakan satu unit operasi yang penting dalam industri pangan, karena hampir setiap proses pengolahan membutuhkan pemindahan panas baik dalam bentuk pemberian maupun pengambilan panas dari bahan untuk merubah sifat fisik, kimia dan karakteristik penyimpaan dari bahan tersebut. Proses pemanasan dalam pengolahan dan pengawetan pangan dimaksudkan untuk menghilangkan atau mengurangi aktivitas biologis yang tidak diinginkan, seperti aktivitas enzim dan mikroba. Selama proses tersebut, secara simultan terjadi juga kerusakan gizi serta faktor-faktor yang menentukan mutu bahan pangan, seperti warna, cita rasa dan tektur. Dengan dimengerrtinya prinsip-prinsip fisika pindah panas dan diketahuinya sifat bahan pangandan mikroba, maka dapat ditentukan kondisi optimum dalam hal pemindahan panas dan dapat membuat optimasi dalam memusnahkan mikroba dan mempertahankan gizi serta faktor mutu bahan pangan
(Wirakartakusumah, 1992).

Dalam melaksanakan operasi perpindahan panas, perlu diperhitungkan :

1. Jumlah panas yang dipindahkan (q).

2. Tingkat panas (suhu).

3. Tahanan terhadap perpindahan panas.

2.2. Mekanisme Dasar Perpindahan Panas

2.2.1. Konduksi

Konduksi adalah proses perpindahan panas atau kalor yang terjadi secara merambat dari satu molekul ke molekul lainnya, tanpa berpindahnya molekul-molekul benda. Konduksi panas hanya dapat terjadi dalam suatu benda apabila ada bagian-bagian benda itu berada pada suhu yang tidak sama, dan arah alirannya selalu dari titik yang suhunya lebih tinggi ke titik yang suhunya lebih rendah (Zemansky, 1982).

Dasar hukum pemindahan panas secara konduksi diungkapkan oleh Fourier. Bunyi Hukum Fourier menyatakan bahwa kecepatan pemindahan panas melalui suatu bahan seragam adalah berbanding langsung dengan luas permukaan, perubahan suhu dan berbanding terbalik dengan ketebalan bahan (Wirakartakusumah, 1992).

2.2.2. Konveksi

Istilah konveksi dipakai untuk perpindahan panas dari satu tempat ke tempat lain akibat perpindahan bahannya sendiri. Tungku udara panas dan sistem pemanasan dengan air panas adalah dua contohnya. Jika bahan yang dipanaskan dipaksa bergerak dengan alat peniup atau pompa, prosesnya disebut konveksi yang dipaksa, kalau bahan itu mengalir akibat perbedaan rapat massa, prosesnya disebut konveksi alamiah atau konveksi bebas (Fellows, 1990).

Kecepatan pindah panas dapat ditentukan dengan hukum Newton yang menyatakan bahwa kecepatan pemindahan panas secara konveksi berbanding lurus dengan luas permukaan dan perbedaan suhu antara fluida yang panas dengan bagian yang dingin (Wirakartakusumah, 1992).

2.2.3. Radiasi

Mekanisme radiasi adalah energi yang dipindahkan dalam bentuk gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu bahan dan diserap oleh bahan lainnya. Gelombang elektromagnetik bergerak dengan kecepatan sama dengan kecepatan sinar dan mempunyai karakteristik penjang gelombang serta frekuensi yang sama (Wirakartakusumah,1992).

2.3. Aplikasi Pengolahan

Blanching atau blansir adalah perlakuan panas yang lazim dilakukan pada makanan sebelum proses pembekuan, pengeringan atau pengalengan. Tujuan blansir tergantung proses yang akan dilakukan selanjutnya. Tujuan blansir sebelum proses pengeringan dan pembekuan adalah untuk menginaktifkan enzim. Bila produk tidak dibekukan terlebih dahulu dan langsung dikeringkan, maka produk tersebut akan mengalami perubahan warna, cita rasa dan nilai gizi yang lebih cepat sebagai hasil aktifitas enzim. Dua jenis enzim yang tahan panas biasanya terdapat dalam jaringan tanaman, yaitu periksidase dan katalase. Oleh karena itu, adanya aktifitas enzim ini dapat digunakan sebagai cara untuk evaluasi kecukupan proses blansir. Waktu pemanasan yang diperlukan untuk menonaktifkan enzim dalam buah dan sayuran tergantung dari jenis bahan, metode pemanasan, ukuran bahan serta suhu medium pemanasan. Untuk blansir dengan tujuan komersial biasanya dilakukan pada suhu 100°C tetapi dengan waktu yang berbeda-beda tergantung jenis bahannya. Sebagai medium pemanasan biasanya digunakan air, tetapi uap atau udara panas pun dapat digunakan. Blansir yang dilakukan sebelum pengalengan bertujuan untuk menghilangkan gas dari jaringan, membersihkan dan melunakkan jaringan sehingga mempermudah pengepakan dalam kaleng, menaikkan suhu sebelum sterilisasi dan untuk menonaktifkan enzim. Blansir dapat dilakukan dengan penggunaan uap panas atau air panas. Blansir dengan uap panas dapat dilakukan dengan cara batch ataupun kontinyu (Wirakartakusumah, 1992).

Pasteurisasi merupakan pemanasan yang dilakukan pada suhu kurang dari 100ºC, akan tetapi dengan waktu yang bervariasi dari mulai beberapa detik sampai beberapa menit tergantung dari tingginya suhu tersebut. Makin tinggi suhu pasteurisasi, makin singkat proses pemanasannya. Pasteurisasi merupakan proses untuk menginaktifkan sel-sel vegetatif mikroba patogen, pembentuk toksin maupun sel pembusuk. Tinggi suhu dan lama pemanasan dalam pasteurisasi tergantung pada ketahanan mikroba yang akan dibunuh dan sensitifitas mutu makanan terhadap pemanasan. Tujuan utama pasteurisasi adalah untuk menonaktifkan sel-sel vegetatif mikroba patogen, pembentuk toksin maupun pembusuk. Tinggi suhu dan lama pemanasan pada pasteurisasi tergantung pada ketahanan panas mikroba yang akan dibunuh dan sensitifitas makanan terhadap pemanasan. Penggunaan metode HTST (High Temperature Short Time) biasanya menghasilkan produk dengan mutu yang lebih baik dibandingkan metode LTLT (Low Temperature Low Time). Pada pasteurisasi susu kondisi HTST yang digunakan adalah 161°F selama 15 detik. Untuk susu khususnya, pasteurisasi ini bertujuan untuk membunuh Coxiella burnetti, yaitu jenis mikroba riketsia yang dapat menyebabkan demam Q. Untuk minuman hasil fermentasi seperti bir dan anggur, pasteurisasi digunakan untuk membunuh kapang liar atau kontaminan (Wirakartakusumah, 1992).

Sterilisasi merupakan pemanasan yang bertujuan untuk menginaktifkan spora bakteri. Spora bakteri lebih tahan terhadap panas dibanding sel vegetatifnya. Makanan olahan bahan pangan biasa disterilisasi komersial agar bahan terbebas dari mikroba, namun tekstur bahan pangan tidak rusak. Alat yang digunakan dalam sterilisasi konvensional bisa bersifat batch maupun kontinyu. Still retort adalah alat yang bersifat batch, baik yang vertikal maupun yang horizontal. Untuk proses sterilisasi kontinyu digunakan tipe retort agitasi atau sterilmatik, hidrostatik dan hidrolik. Sterilisasi suatu produk dikatakan steril bila tidak ada satupun mikroba dapat tumbuh pada produk tersebut. Spora bakteri lebih tahan terhadap panas dibanding sel vegetatifnya. Oleh karena itu dalam proses sterilisasi, pemanasan terutama ditujukan untuk menonaktifkan spora bakteri. Bagi makanan istilah sterilisasi sebetulnya kurang tepat, sebab dalam proses ini sebetulnya pada makanan masih terdapat bakteri yang tidak patogen yang masih hidup, walaupun semua bakteri patogen terbunuh. Bakteri non patogen ini berada dalam fase dorman, artinya pada kondisi setelah pengolahan panas tidak bereproduksi. Oleh karena itu makanan yang telah dipanaskan disebut telah disterilkan secara komersial (Wirakartakusumah, 1992).


2.4. Macam-macam Alat Pemindah Panas

Macam-macam alat pemindah panas yaitu :

1. Double pipe heat exchanger

2. Plate heat exchanger

3. Shell and Tube heat exchanger

Gambar 7. Double pipe Heat Exchanger

Plate Heat Exchanger adalah salah satu tipe penukar panas yang menggunakan lempengan besi untuk menghantarkan panas antara dua fluida. Ini merupakan salah satu kemampuan utama yang dimiliki oleh plate heat exchanger yang bekerja secara konvensional, selain itu banyak terdapat daerah permukaan yang luas dan terbuka karena fluida akan dikeluarkan dari lempengan-lempengan tersebut. Plate heat exchanger memiliki kemampuan mentranfer panas dengan kecepatan tinggi untuk merubah temperatur/suhu selain itu PHE memerlukan sealed gaskets yang berguna sebagai penyumbat cairan fluida agar tidak keluar dari lempengan.

Gambar 8. Plate Heat Exchanger

Secara ideal keseimbangan panas hendaknya dibangun atas dasar data konsentrasi entalpi. Data tersebut tidak selalu tersedia untuk bahan-bahan pangan dan modikasi keseimbangan panas digunakan rata-rata perhitungan panas spesifik dari bahan-bahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi koefisien seluruh perpindahan panas adalah :

1. Koefisien perpindahan panas menembus sekat kondensasi pada uap di dalam perubahan panas.

2. Koefisien sekat cairan didih di dalam cairan pada alat pengubah panas.

3. Skala atau faktor-faktor hambatan baik di dalam maupun di luar dinding-dinding pembatas permukaan perpindahan panas.

4. Hambatan panas pada dinding bahan.

Perubahan energi panas dari bahan dapat diketahui dari perubahan suhunya. Skala suhu yang umum digunakan adalah derajat Celsius dan Fahrenheit serta skala-skala absolut derajat Kelvin dan RanSkine. Jumlah panas dapat diukur dengan satuan kalori, BTU atau Joule. Satu kalori adalah jumlah panas yang dibutuhkan oleh 1 gram air untuk menaikkan suhunya 1000C. Jumlah panas yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu bahan 1 derajat per satuan massa disebut : kapasitas panas”. Jika bahan dipanaskan maka suhu bahan berubah. Panas yang masuk dan menyebabkan perubahan suhu disebut “panas sensible”, karena perubahan panas dapat dirasakan. Penambahan panas yang tidak menyebabkan perubahan suhu disebut panas “panas laten”. Panas sensible dapat dihitung dari persamaan : Q = m Cp.

Misalnya dalam proses pemanasan dari suhu ruang menjadi uap, maka jumlah panas yang dipindahkan terdiri dari panas yang diperlukan untuk merubahn suhu air dari suhu ruang menjadi suhu didih (1000C) kemudian panas yang digunakan untuk merubah air 1000C menjadi uap pada suhu yang sama, sehingga total panas yang dipindahkan adalah sebagai berikut :

Qtotal = Qsensibel + Qlaten

Kecepatan perpindahan panas tergantung pada perbedaan suhu sehingga perbedaan suhu ini disebut sebagai “driving force” untuk perpindahan panas (Wirakartakusumah, 1992).

Seperti diketahui, panas berpindah dengan tiga cara : konduksi (melalui material yang padat dan bersifat penghantar panas), konveksi (melalui udara yang bergerak contohnya, udara panas dari api unggun), dan radiasi (melalui gelombang elektromagnetik contohnya, panas matahari sampai ke bumi) (Setiadi, 2004).


III METODOLOGI PERCOBAAN

Bab ini menguraikan mengenai: 3.1. Bahan yang Digunakan, 3.2 Alat yang Digunakan, dan 3.3. Metode Percobaan.

3.1. Bahan yang Digunakan

Bahan yang digunakan dalam percobaan proses perpindahan panas ini adalah air dan susu.

3.2. Alat yang Digunakan

Alat yang digunakan pada percobaan pengeringan adalah pasteurisator, termometer, dan gelas kimia.

3.3. Metode Percobaan

Susu murni sebanyak 0,5 L dimasukkan ke dalam wadah, dan diukur suhunya. Kemudian air panaskan hingga suhu 60-800 C kemudian diatur suhunya hingga mencapai suhu 60-800 C pada alat pasteurisator. Setelah suhu air dalam pasteurisator mencapai 60-800C, susu dimasukkan ke dalam pasteurisator selama 10 menit dan amati perubahan suhu pada susu dan air.


Perhitungan

Pengukuran suhu

Bahan hasil pasteurisasi

Oval: Bahan

Pasteurizer T=70oC

Pemanasan pada pasteurizer T= 700C

Pengukuran Suhu awal

Oval: Air

Gambar 9. Diagram Alir Percobaan Perpindahan Panas


IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan mengenai : 4.1. Hasil Pengamatan dan
4.2. Pembahasan

4.1. Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan dari percobaan pasteurisasi susu adalah :

Tabel 1. Data Pasteurisasi Susu

Keterangan

Hasil

Waktu

600 s

Volume air

0,7120 m3

Volume susu

0,5 L

T1 air

351 K

T2 air

348 K

T1 susu

291K

T2 susu

346 K

ΔTLMTD(air)

352,94 K

ΔTLMTD(susu)

317,73 K

Qair

248015,4742 kJ

Qsusu

629,979 kJ

Q total

247385,4937 kJ

Sumber : Gerry, Kelompok 4, Meja 2, (2010)

4.2. Pembahasan

Pasteurisasi merupakan pemanasan yang dilakukan pada suhu kurang dari 100ºC, akan tetapi dengan waktu yang bervariasi dari mulai beberapa detik sampai beberapa menit tergantung dari tingginya suhu tersebut. Makin tinggi suhu pasteurisasi, makin singkat proses pemanasannya. Pasteurisasi merupakan proses untuk menginaktifkan sel-sel vegetatif mikroba patogen, pembentuk toksin maupun sel pembusuk. Tinggi suhu dan lama pemanasan dalam pasteurisasi tergantung pada ketahanan mikroba yang akan dibunuh dan sensitifitas mutu makanan terhadap pemanasan. Tujuan utama pasteurisasi adalah untuk menonaktifkan sel-sel vegetatif mikroba patogen, pembentuk toksin maupun pembusuk. Tinggi suhu dan lama pemanasan pada pasteurisasi tergantung pada ketahanan panas mikroba yang akan dibunuh dan sensitifitas makanan terhadap pemanasan. Penggunaan metode HTST (High Temperature Short Time) biasanya menghasilkan produk dengan mutu yang lebih baik dibandingkan metode LTLT (Low Temperature Low Time). Pada pasteurisasi susu kondisi HTST yang digunakan adalah 161°F selama 15 detik. Untuk susu khususnya, pasteurisasi ini bertujuan untuk membunuh Coxiella burnetti, yaitu jenis mikroba riketsia yang dapat menyebabkan demam Q. Untuk minuman hasil fermentasi seperti bir dan anggur, pasteurisasi digunakan untuk membunuh kapang liar atau kontaminan (Wirakartakusumah, 1992).

Gambar 10. Pasteurizer

Yang terjadi pada alat pasteurisasi yaitu perpindahan secara konveksi dan konduksi. Konduksi yang terjadi pada pasteurizer yaitu ketika panas yang di berikan dari panas pipa ke air susu dari panas hasil konveksi air panas terhadap pipa.

Konduksi yaitu perpindahan panas melalui kontak langsung antara permukaan Contoh, Ketika tangan kita kedinginan kita akan merasa nyaman memegang gelas panas atau pada saat panas kita berbaring diatas lantai yang sejuk.

Konveksi yaitu perpindahan panas berdasarkan gerakan fluida dalam hal ini adalah udara, artinya panas tubuh dapat dihilangkan bergantung pada aliran udara yang melintasi tubuh manusia. Contoh, Kita akan merasa nyaman bila terkena hembusan angina pada saat kita berkeringat.

Radiasi perpindahan panas berdasarkan gelombang eletromagnetik, tubuh manusia mendapat panas dari pancaran panas yang lebih tinggi dan tubuh manusia dapat akan memancarkan panasnya secara radiasi ke setiap objek yang mempunyai suhu lebih dingin dari manusia,


V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menguraikan mengenai: 5.1. Kesimpulan dan 5.2. Saran.

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan percobaan yang dilakukan, diperoleh data sebagai berikut, T1 air = 351 K, T2 air = 348 K, T1 susu = 291 K, T2 susu = 346 K, ΔTLMTD(air) = 352,94 K, ΔTLMTD(susu) = 317,73 K, Q air = 248015,4742 kJ, Q susu = 629,979 kJ, dan Q total = 247385,4937 kJ.

5.2 Saran

Pada praktikum percobaaan perpindahan panas diharapkan praktikan lebih teliti menentuan suhu dan menentukan ukuran.


DAFTAR PUSTAKA

Fellow, P., 1990, Food Processing Technology Principles and Practice, Ellis Horwood, New York.

Setiadi, Eveline, 2004, Insulasi, Pilihan Wajib untuk Kenyamanan Hidup Masa Kini, diambil dari http://www. kompas.com/ kompas- cetak/0401/15/metro/798269.htm

Wirakartakusumah, Aman. dkk, 1992, Peralatan Dan Unit Proses Industri Pangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.


LAMPIRAN PERPINDAHAN PANAS

Pasteurisasi Susu pada Suhu 78°C

Sampel = Susu Murni

V air = 0,1720 m3

V susu = 0,5 L

m air = 167,3604 kg

T1 air = 351 K

T2 air = 348 K

T1 susu = 291 K

T2 susu = 346 K

ΔTLMTD(air) = = = 352,94 K

m air = ρ. V

= (983,24 kg/m3)(0,1720 m3)

= 167,20

Qair = m × Cp × ΔTLMTD

Qair =167,20 × 4,198 × 352,94

Qair = 248015,4724 kJ

ΔTLMTD(susu) = = = 317,73 K

m susu = 0,515 kg

Qsusu = m × Cp × ΔTLMTD

Qsusu = 0,515 × 3,85 × 317,73

Qsusu = 627,979 kJ

Q perpindahan panas = Qair – Qsusu

Q perpindahan panas = 248015,4724 kJ – 629,979 kJ

= 247385,4937 kJ




Pencampuran

I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan mengenai : 1.1. Latar Belakang Percobaan, 1.2. Tujuan Percobaan, 1.3. Prinsip Percobaan, 1.4. Manfaat Percobaan dan 1.5.Tempat Percobaan.

1.1. Latar Belakang Percobaan

Pencampuran merupakan suatu proses yang penting untuk mencampurkan beberapa macam bentuk konstituen bahan. Baik itu berberntuk cair, padat, maupun gas. Proses pencampuran dimaksudkan untuk membuat suatu bentuk keseragaman dari beberapa konstituan baik likuid-solid (pasta), atau solid-solid dan kadang-kadang likuid-gas. Berbagai proses pencampuran harus dilakukan di dalam industri pangan seperti pencampuran susu dengan coklat, tepung dengan gula atau CO2 dengan air (Wirakartakusumah, 1992).

Emulsifikasi adalah proses pembentukan suatu campuran yang berasal dari dua fase yang berbeda. Umumnya ditambahkan komponen ketiga yang berupa emulsifier untuk mempertahankan stabilitas emulsi. Ada dua bentuk jenis emulsi bahan pangan yaitu emulsi air dalam minyak, atau lemak dan lemak dalam air. Emulsifier bekerja dengan cara menurunkan tegangan permukaan diantara dua fase, dengan demikian mendispersikan aglomerat yang kemungkinan terbentuk hingga menimbulkan efek homogenisasi yang lebih baik. Stabilitas emulsi penting pada sebagian besar bahan pangan terbentuk emulsi maupun yang berasal dari emulsi seperti susu, es krim, cream, puding, dan sosis (Wirakartakusumah, 1992).

1.2. Tujuan Percobaan

Tujuan dari pencampuran adalah untuk mencampurkan satu atau lebih bahan dengan menambahkan satu bahan ke dalam bahan lainnya, sehingga dihasilkan suatu bentuk yang seragam dari beberapa konstituen baik padat, padat-cair, maupun cair-gas (Wirakartakusumah, 1992).

1.2. Prinsip Percobaan

Prinsip dari pencampuran adalah berdasarkan pada peningkatan pengayakan dan distribusi dua atau lebih beberapa komponen yang mempunyai sifat berbeda, yang mana derajat pencampuran dapat dikarakterisasi dari waktu yang dibutuhkan, keadaan produk atau jumlah energi yang diperlukan untuk melakukan pencampuran (Wirakartakusumah, 1992).

1.4. Manfaat Percobaan

Manfaat dari pencampuran adalah untuk mendapatkan hasil dari pencampuran dari beberapa bahan agar didapatkan karakteristik bahan yang sesuai dengan yang diinginkan atau dibutuhkan (Wirakartakusumah, 1992).

1.5. Tempat Percobaan

Percobaan pencampuran air, minyak, gula, pewarna orange dilakukan di Laboratorium Mesin dan Peralatan Industri Pangan, Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknik, Universitas Pasundan, Bandung.

II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan mengenai : 2.1. Pencampuran dan Derajat Pencampuran, 2.2. Alat Pencampur, 2.3. Emulsifikasi dan Homogenisasi dan 2.4. Alat Pengaduk Impeller dan Propeller

2.1. Pencampuran dan Derajat Pencampuran

Derajat keseragaman pencampuran diukur dari sampel yang diambil selama pencampuran, jika komponen yang dicampur telah terdistribusi melalui komponen lain secara random, maka dikatakan pencampuran telah berlangsung dengan baik (Brennan, 1974).

Derajat keseragaman pencampuran diukur dari sampel yang diambil selama pencampuran, jika komponen yang dicampur telah terdistribusi melalui komponen lain secara random, maka dikatakan pencampuran telah berlangsung dengan baik (Wiratakusumah, 1992)

Bila dua komponen dicampurkan, pada awal pencampuran sebagian besar dari bahan tidak bercampur yang akan terdiri dari masing-masing komponen. Proses pencampuran diteruskan, komposisi dari masing-masing komponen bahan menjadi lebih seragam dan mendekati komposisi rata-rata dari campuran (Wiratakusumah, 1992).

Pencampuran didasarkan pada peningkatan pengacakan dan distribusi 2 atau lebih komponen yang memiliki sifat yang berbeda. Derajat pencampuran dapat dikarakterisasi, dari waktu yang dibutuhkan, keadaan produk bahan atau bahkan jumlah tenaga yang dibutuhkan untuk melakukan pencampuran (Wiratakusumah, 1992).

Pencampuran merupakan proses mencampurkan satu atau lebih bahan dengan menambahkan satu bahan ke dalam bahan lainnya sehingga membuat suatu bentuk yang seragam dari beberapa konstituen baik cair-padat, padat-padat, maupun cair-gas. Komponen yang jumlahnya lebih banyak disebut fase kontinyu dan yang lebih sedikit disebut fase dispersi.

Derajat pencampuran yang dicapai tergantung pada : ukuran relatif partikel, efisiensi alat pencampur untuk komponen yang dicampur, kecenderungan komponen untuk membuat agregat, kadar air, sifat permukaan dan aliran dari masing-masing komponen.

2.2. Alat-alat Pencampur

Berdasarkan jenis bahan yang dicampur, yaitu alat pencampur liquid (liquid mixer), alat pencampur granula (powder and particles mixers) dan alat pencampur pasta (dough and paste mixers).

2.2.1. Alat pencampur likuid

Untuk pencampuran likuid, propeller mixer adalah jenis yang paling umum dan paling memuaskan. Alat ini terdiri dari tangki silinder yang dilengkapi dengan propeller/blades beserta motor pemutar. Bentuk propeller, impeler, blades didesain sedemikian rupa untuk efektifitas pencampuran dan disesuaikan dengan viskositas fluid. Pada jenis alat pencampur ini diusahakan untuk dihindari tipe aliran yang monoton yang berputar melingkari dinding tangki yang sangat kecil kontribusinya terhadap pengaruh pencampuran. Untuk itu kadang-kadang propeller harus diputar sedikit hingga tidak persis simetri terhadap dinding tangki, penambahan sekat-sekat (baffles) pada dinding tangki juga dapat menciptakan pengaruh pengadukan, namun menimbulkan masalah karena sulit membersihkannya (Wiranatakusumah, 1992).

2.2.2. Alat pencampur granula

Dalam hal ini digunakan ribbon blender dan double cone mixers. Ribbon blender terdiri dari silinder horizontal yang di dalamnya dilengkapi dengan ”screw” berputar, bilamana screw, maka tepung akan tercampur dan bergerak bolak-balik dari satu sisi ke sisi lainnya, dengan demikian partikel dan granula akan tercampur selama pergerakan ”screw” (Wiranatakusumah, 1992).

Double cone blender adalah alat pencampur yang terdiri dari 2 kerucut yang berputar pada porosnya, jika kerucut berputar maka tepung granula berada di dalam granula yang berada di dalam volume kerucut akan teragitasi dan tercampur. Pencampuran tipe ini memerlukan energi dan tenaga yang lebih besar. Oleh karena itu diperhatikan jangna sampai energi yang dikonsumsi diubah menjadi panas yang dapat menyebabkan terjadinya kenaikan temperatur dari produk. Jenis alat pencampur adonan kadang-kadang harus dilengkapi dengan alat pendingin (Wiranatakusumah, 1992).

Yang umum ditemui yaitu kneader yang berbentuk sigmoid yang berputar didalam suatu ”can” atau ”vessel” dengan berbagai kecepatan. Prinsip dari alat ini adalah disamping mencampur juga mengadon yaitu membagi, mematahkan dan selalu membuat luas permukaan yang baru sesering mungkin terhadap adonan (Wiranatakusumah, 1992).

2.3. Emulsifikasi dan Homogenisasi

Yang dimaksud emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan yang lain, yang molekul-molekulnya tidak dapat saling berbaur tetapi saling antagonistik. Air dan minyak merupakan cairan yang tidak saling berbaur, tetapi saling ingin terpisah, hal tersebut disababkan karena adanya perbedaan berat jenis diantara minyak dan air (Winarno, 2002).

Emulsifikasi adalah proses pembentukan suatu campuran yang berasal dari 2 fase yang berbeda. Umumnya ditambahkan komponen ketiga yang berupa emulsifier untuk mempertahankan stabilitas emulsi. Ada dua bentuk jenis emulsi bahan pangan yaitu emulsi air dalam minyak atau lemak dan lemak dalam air. Emulsifier bekerja dengan jalan menurunkan tegangan permukaan diantara dua fase, dan dengan demikian mendispersikan aglomerat yang kemungkinan terbentuk hingga menimbulkan efek homogenisasi yang lebih baik. Stabilitas emulsi penting pada sebagian besar bahan pangan berbentuk emulsi maupun yang berasal dari emulsi seperti susu, es krim, cream, pudding, dan sosis (Wiratakusumah, 1992).

Daya kerja emulsifier terutama disebabkan oleh bentuk molekulnya yang dapat terikat pada air atau lebih larut dalam air (polar) maka dapat lebih membantu terjadinya dispersinya minyak dalam air sehingga terjadilah emulsi minyak dalam air (o/w). sebagai contoh adalah susu. Sebaliknya emulsifier lebih larut dalam minyak (nonpolar) terjadilah emulsi air dalam minyak (w/o). contohnya mentega dan margarine. Untuk menjelaskan bagaimana kerja emulsifier adalah sebagai berikut : bila butir-butir lemak telah terpisah karena adanya tenaga mekanik (pengocokan), maka butir-butir lemakyang terdispersi tersebut segera terselubungi oleh selaput tipis emulsifier. Bagian molekul emulsifier yang nonpolar larut dalam lapisan luar butir-butir lemak, sedangkan bagian yang polar menghadap ke pelarut (air, continous phase).

Homogenisasi didalam teknologi pencampuran, emulsifikasi dan suspensi dikenal sebagai operasi yang pada dasarnya terdiri dari dua tahap yaitu pertama pengecilan ukuran droplet pada fase bagian dalam dan kedua yang merupakan tahap simultan pendistribusian droplet kedalam fase kontinyu.

Homogenisasi adalah operasi ganda penurunan ukuran droplet (ukuran partikel) dari fase terdispersi dan sekaligus mendistribusikannya secara uniform kedalam fase kontinyu.

Jika fase terdispersi ini adalah liquid maka yang diperoleh adalah emulsi setelah homogenisasi, dan jika solid yang dihasilkan adalah suspensi. Untuk menghomogenisasi suatu campuran, maka campuran tersebut haruslah mempunyai konsistensi yang mudah untuk diperlakukan seperti fluida karena homogeniser umumnya dilengkapi dengan pompa (Wirakartakusumah, 1992).

Partikel atas droplet dapat diturunkan dengan berbagai cara, antara lain :

High pressure homogenizer, yaitu jika energi yang diperlukan untuk memecah droplet diberikan kepada partikel langsung dari energi aliran fluida itu sendiri. Dalam hal ini dibutuhkan tekanan tinggi. Penurunan tekanan dilakukan dengan paksa, yaitu melakukan partikel pada orifice atau celah sempit.

Rotor-stator homogenizer, alat ini bekerja pada tekanan yang lebih rendah sehingga membutuhkan energi yang lebih sedikit, tetapi bilamana partikel ingin dikecilkan ukurannya, sejumlah energi tambahan tetap harus diberikan dari luar. Energi yang dibutuhkan untuk memecah droplet atau partikel dating dari rotor yang juga memutar alat pengaduk (disc).

Ultra sonic homogenizer, alat ini terdiri dari suatu blade yang digerakkan oleh arus listrik. Aliran fluida yang masuk harus melalui celah dimana blade tersebut bergetar dengan demikian terjadi penurunan ukuran droplet setelah melewati celah tersebut (Wirakartakusumah, 1992).

2.4. Alat Pengaduk Impeller dan Propeller

Berdasarkan macamnya alat pengaduk di bagi menjadi beberapa macam, berdasarkan jenis agitator, double cone mixers, ribbon blender, planetary mixers, dan propeller mixers.



Gambar 4. Propeller Mixers dan Impeller Mixer

Untuk pencampuran liquid, propeller mixers adalah jenis yang paling umum dan paling memuaskan. Alat ini terdiri dari tangki silinder yang dilengkapi dengan propeller/blades beserta motor pemutar. Bentuk propeller, impeller, blades di desain sedemikian rupa untuk efektivitas pencampuran dan disesuaikan dengan viskositas fluid. Pada jenis alat pencampur ini diusahakan untuk dihindari tipe aliran monoton yang berputar melingkari dinding tangki yang sangat kecil konstribusinya terhadap pengaruh pencampuran. Untuk itu kadang-kadang propeller harus diputar sedikit hingga tidak persis simetri terhadap dinding tangki, penambahan sekat-sekat (baffles) pada dinding tangki juga dapat menciptakan pengaruh pengadukan, namun menimbulkan masalah karena sulit membersihkannya (Wiratakusumah, 1992).

Alat pencampur granula, dalam hal ini dapat digunakan ribbon blender dan double cone mixers. Ribbon blender terdiri dari silinder horizontal yang didalam dilengkapi dengan screw berputar, bilamana screw maka tepung akan tercampur dan bergerak bolak-balik dari satu sisi ke sisi lainnya, dengan demikian partikel granula akan tercampur selama pergerakan “screw”.



Gambar 5. Ribbon Blender

Double cone blender adalah alat pencampur yang terdiri dari 2 kerucut yang berputar pada porosnya, jika kerucut berputar maka tepung granula berada didalam granula yang berada di dalam volume kerucut akan teragitasi dan tercampur. Pencampuran tipe ini memerlukan energi dan tenaga yang lebih besar. Oleh karena itu diperhatikan jangan sampai energi yang dikonsumsi diubah menjadi panas yang dapat menyebabkan terjadinya kenaikan temperatur dari produk. Jenis alat pencampur adonan kadang-kadang harus dilengkapi dengan alat pendingin (Wiratakusumah, 1992).



Gambar 6. Double cone Vacum

Kneader adalah mixer yang umum ditemui, berbentuk sigmoid yang berputar didalam suatu “can” atau “vessel” dengan berbagai kecepatan. Prinsip dari alat ini adalah disamping mencampur juga mengadon yaitu membagi, mematahkan dan selalu membuat luas permukaan yang baru sesering mungkin terhadap adonan (Wiratakusumah, 1992).


III METODOLOGI PERCOBAAN

Bab ini menguraikan mengenai : 3.1. Bahan yang Digunakan, 3.2. Alat yang Digunakan dan 3.3. Metode Percobaan.

3.1. Bahan yang Digunakan

Bahan yang digunakan pada percobaan pencampuran adalah air 1500 ml, gula pasir 10 gram, minyak 50 ml dan pewarna 5 ml.

3.2. Alat yang Digunakan

Alat yang digunakan dalam percobaan pencampuran ini adalah satu set propeller mixer yang terdiri dari tangki, agitator atau batang pengaduk, baffle dan motor penggerak agitator, piknometer dan viskometer oswald, dan pipet ukur.


Perhitungan

Pengukuran Viskositas (Viskometer Oswald)

Pengukuran Densitas (Pikno Meter)

Pengukuran suhu

Sampel hasil Pencampuran

Pengukuran suhu air

Air

Pencampuran

Bahan

Gambar 6. Diagram Alir Percobaan Pencampuran

IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan mengenai : 4.1. Hasil Pengamatan dan
4.2. Pembahasan

4.1. Hasil Pengamatan

Berdasarkan hasil percobaan diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 1. Data Hasil Pengamatan Percobaan Pencampuran

Keterangan

Hasil

Da

0,0434 m

Skala

3

N

12,5 s

Vair

1500 ml

Vpewarna

5 ml

Vminyak

20 ml

Vgula

10 gram

Wpikno kosong

0,013532 kg

Wpikno+air

0,038291 kg

Vpikno

25 ml = 0,000025 m3

tair

25 s

tcampuran

28 s

μair

0,8937 x 10-3 kg/m.s

ρair

997,08 kg/m3

ρcampuran

994,88 kg/m3

μcampuran

8,609 x 10-4 kg/m.s

NRe

2,7208 x 104

NP

0,38

P

0,1137 watt

Sumber : Gerry, Kelompok 2, Meja 1, (2010)

4.2. Pembahasan

Pencampuran yang dilakukan pada saat praktikum menggunakan buffle. Buffle adalah sekat-sekat yang dipasang pada tanki pencampuran yang berfungsi untuk mencegah terjadinya vortex. Terdapat beberapa perbedaan pencampuran yang menggunakan buffle dengan tanpa menggunakan buffle, diantaranya adalah pencampuran tanpa menggunakan buffle banyak molekul-molekul bahan yang melompat mengenai tutup bagian atas tanki, sehingga kemungkinan berkurangnya berat bahan sangat besar. Selain itu terbentuk buih dan gelembung pada permukaan campuran. Pada pencampuran dengan menggunakan buffle keadaan tersebut tidak terjadi, karena pergerakan perputaran bahan tertahan oleh buffle (Fellow, 1990).

Untuk mencapai kesempurnaan pencampuran, kecepatan radial dan longitudinal yang diberikan dalam proses pencampuran semaksimal mungkin dengan cara menempatkan baffle pada tangki pencampur, menempatkan pengaduk pada posisi off-centre atau pengaduk dengan posisi miring pada sudut tertentu.

1. Kecepatan komponen yang diinduksi oleh zat cair dengan pencampur sebagai berikut :

2. Kecepatan radial yang beraksi dengan arah perpendicular dengan arah pencampur.

3. Kecepatan longitudinal yang paralel dengan arah pencampur.

4. Kecepatan rotasional yang tangensial dengan arah pencampur.

(Fellows, 1990).

Untuk memperoleh pencampuran yang bagus, kecepatan radial dan longitudinal yang berhubungan dengan zat cair dimaksimalkan oleh baffles atau pisau-pisau bersisi (Fellows, 1990).

Untuk mencampur viskositas rendah dengan baik, benturan harus diinduksi melewati zat cair untuk memasuki bagian-bagian yang bergerak lamban dengan bagian-bagian yang bergerak cepat. Sebuah vortex harus dihindari karena lapisan penyatu dari zat cair yang bersikulasi berjalan dengan kecepatan yang sama. Zat cair hanya berputar mengitari pengocok (Fellows, 1990).

Pada zat cair dengan viskositas tinggi, pasta atau adonan, aksi yang berbeda diperlukan. Pencampuran terjadi bila :

1. Kneading komponen-komponen yang berlawanan dinding pipa atau komponen lain.

2. Pelipatan makanan yang tidak tercampur pada bagian-bagian yang bercampur.

3. Shearing adalah untuk memelarkan makanan (Fellows, 1990).

Pencampuran yang efisien dicapai dengan menciptakan dan mengkombinasi ulang permukaan-permukaan yang segar pada makanan secepat mungkin. Bagaimanapun juga, karena bahan tidak mengalir dengan mudah, hal yang penting untuk dilakukan adalah menggerakkan blade melalui pipa atau menggerakkan makanan ke blade (Fellows, 1990).

Campuran jenis ini dapat dilakukan dan dianalisa sama seperti halnya dengan campuran-campuran sebelumnya bagaimana untuk liquid miscible yang dimaksud, pencampuran akan sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat likuid itu sendiri, seperti viskositas, densitas, jenis alat pencampur dan tenaga yang diperlukan untuk menggerakkan propeller/blades. Pendekatan lain adalah menghitung energi yang dibutuhkan oleh alat tertentu untuk bahan liquid tertentu sehingga terjadinya pencampuran sempurna dapat dihubungkan dengan waktu pencampuran (Wirakartakusumah, 1992).

Untuk pencampuran liquid, propeller mixers adalah jenis yang paling umum dan paling memuaskan. Alat ini terdiri dari tangki silinder yang dilengkapi dengan propeller/blades beserta motor pemutar. Bentuk propeller, impeller, blades di desain sedemikian rupa untuk efektivitas pencampuran dan disesuaikan dengan viskositas fluid. Pada jenis alat pencampur ini diusahakan untuk dihindari tipe aliran monoton yang berputar melingkari dinding tangki yang sangat kecil konstribusinya terhadap pengaruh pencampuran. Untuk itu kadang-kadang propeller harus diputar sedikit hingga tidak persis simetri terhadap dinding tangki, penambahan sekat-sekat (baffles) pada dinding tangki juga dapat menciptakan pengaruh pengadukan, namun menimbulkan masalah karena sulit membersihkannya (Wiratakusumah, 1992).

Emulsifier yang terdapat di alam adalah fosfolipid , lesitin (fosfatidin kolina), dan fosfatidil etanolamina. Fosfolipid merupakan susunan lemak, yang sebuah asam lemaknya tersubsitusi oleh asam fosfat yang teresterifikasi dengan gliserol pada salah satu atom karbon ujungnya. Jenis asam lemak yang terdapat pada atom karbon lain dalam gliserol sangat tergantung dari jenis fosfolipidanya, tetapi biasanya satu dari dua asam lemak tersebut merupakan asam lemak tidak jenuh (Wiratakusumah, 1992).

Pada suatu emulsi biasanya terdapat tiga bagian utama, yaitu bagian yang terdispersi yang terdiri dari butur-butir yang biasanya terdiri dari lemak, bagian kedua disebut media pendispersi yang juga dikenal sebagai continuous phase, yang biasanya terdiri dari air, dan bagian ketiga adalah emulsifier yang berfungsi menjaga agar butir minyak tadi tetap tersuspensi di dalam air. Bila minyak dan air saja dikocok bersama-sama, akan terbentuk butir-butir lemak, dan terbentuklah suatu emulsi, tetapi bila dibiarkan, partikel-pertikel minyak akan bergabung lagi dan memisahkan diri dari molekul-molekul air. Jenis emulsi ini dikenal sebagai emulsi temporer. Karena itu harus cepat digunakan, atau harus dikocok lagi sebelum waktu pemakaian (Winarno, 2002).

Sabun juga merupakan emulsifier yang terdiri dari garam natrium dengan asam lemak. Sabun dapat menurunkan tegangan permukaan air dan meningkatkan daya pembersih air dengan jalan mengemulsi lemak yang ada. Disamping itu masih banyak lagi jenis emulsifier buatan seperti misalnya ester dari asam lemak sorbitan yang dikenal sebagai spans yang dapat membentuk emulsi air dalam minyak (w/o), dan ester dari polioksietilena sorbitan dengan asam lemak yang dikenal sebagai tween yang dapat membentuk emulsi minyak dalam air (o/w) (Wiratakusumah, 1992).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pencampuran adalah :

1.Ukuran relative partikel, bentuk, dan densitas dari masing-masing komponen.

2.Efisiensi alat pencampur untuk komponen yang dicampur.

3.Kecenderungan komponen untuk membentuk agregat.

4.Kadar air, sifat permukaan, dan aliran dari masing-masing komponen (Brennan, 1969).

V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menguraikan mengenai: 5.1. Kesimpulan dan 5.2. Saran.

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh ρ air = 997,08 kg/m3, μ air = 0,8937 x 10-3 kg/m.s, ρ campuran = 994,88 kg/m3, μ campuran = 8,609 x 10-4 kg/m.s, NRe = 2,7208 x 104, Np = 0,38, dan P = 0,1137 watt.

5.2. Saran

Pada percobaan pencapuran ini dianjurkan untuk lebih teliti dalam mengukur diameter atau ukuran dari beberapa alat Karena salah saja dalam mengukur atau lupa, ,akan memperlambat jalannya praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Brennan, J. G. dkk, (1969), Food Engineering Operations, Applied Science Publisher Limited, London.

Fellow, P., 1990, Food Processing Technology Principles and Practice, Ellis Horwood, New York.

Winarno, FG, 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbt Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wirakartakusumah, Aman. dkk, 1992, Peralatan Dan Unit Proses Industri Pangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.


LAMPIRAN PENCAMPURAN

N (rev/s) = skala 3

= 750 rpm = 12,5 rps

ρ campuran =

= (0,038404)kg - (0,013532)kg / 0,000025 m3

= 994,88 kg/m3

μ campuran =

=

=0,8609 x 10-3 kg/m.s

Nre =

= (0,0434)2 x 12,5 x 994,88 / 8,609 x 10-4

= 2,7204 x 104

Np = 0,38

P (watt) = Np x ρ campuran x N3 x Da5

=0,38 x 994,88 kg/ms x (12,5)3 rps x (0,0434)5 m

= 0,1137 watt


LAMPIRAN KUIS 2

1. Sebutkan yang dapat mempengaruhi pencampuran bahan cair!

1.Ukuran partikel, bentuk, dan densitas masing-masing komponen

2. Efisiensi alat untuk masing-masing komponen

3. Kadar air, permukaan bahan pangan

4. Karakteristik aliran masing-masing bahan pangan.

2. Sebutkan beberapa percepatan pengadukan yang mempengaruhi pencampuran bahan cair ?

1. Kecepatan radial yang berfungsi sebagai arah pengaduk

2. Kecepatan longitudinal, paralel dengan pengaduk

3. Kecepatan rotasional, tangensial ke pengaduk

4. Pencampuran sempurna diperlukan adanya baffles (pisau).

3. Apa yang dimaksud pencampuran dan perpindahan panas ?

Pencampuran merupakan proses mencampurkan satu atau lebih bahan dengan menambahkan satu bahan ke dalam bahan lainnya sehingga membuat suatu bentuk yang seragam dari beberapa konstituen baik cair-padat, padat-padat, maupun cair-gas.

Perpindahan panas merupakan suatu fenomena perpindahan energi, peningkatan panas, dan menyebabkan molekul-molekul bergerak lebih cepat sehingga dengan diserapnya panas energi kinetika molekul akan meningkat. Bila molekul dengan kecepatan tinggi bertumbukan dengan molekul yang bergerak dengan kecepatan lebih rendah, maka panas yang dipindahkan, sehingga molekul yang cepat kehilangan energi sedangkan molekul yang lambat memperoleh tambahan energi .

4. Sebutkan jenis-jenis perpindahan panas

Perpindahan panas konduksi adalah proses pemindahan panas yang terjadi secara merambat dari satu molekul ke molekul lainnya, tanpa berpindahnya molekul-molekul benda.Terjadi pada benda-benda padat.

Perpindahan panas konveksi adalah proses perpindahan panas dari daerah yang mempunyai suhu tinggi ke daerah yang mempunyai suhu rendah disertai berpindahnya molekul-molekul bahan yang bergerak karena adanya dorongan. Kecepatan gerakan atau aliran memegang peranan penting, dan cara ini terjadi pada fluida cair maupun gas.

Perpindahan panas radiasi merupakan proses pemindahan panas yang terjadi secara pancaran dalam bentuk gelombang elektromagnetik.

5. Diketahui Wpikno kosong 0,020 Kg, Wpikno+bahan 0,058 Kg, dan V 0,025 L. Tentukan densitasnya.

ρcampuran

=

(W pikno+bahan) - (W pikno kosong)

Volume picno

=

0,058 – 0,020

25x 10-6

=

1520 Kg/m3