Rabu, 01 Desember 2010

Pengeringan

I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan mengenai : 1.1. Latar Belakang Percobaan, 1.2. Tujuan Percobaan, 1.3. Prinsip Percobaan, 1.4. Manfaat Percobaan dan 1.5. Tempat dan Waktu Percobaan.

1.1. Latar Belakang Percobaan

Proses utama dalam pengeringan adalah penguapan air dari bahan pangan, maka perlu terlebih dahulu diketahui karakteristik hidratasi yaitu sifat-sifat bahan pangan yang meliputi interaksi antara bahan tersebut dengan molekul air yang dikandungnya, molekul air diudara sekitarnya serta faktor-faktor yang mempengaruhi sifat-sifat tersebut (Brennan, 1968).

Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan fungsinya tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain. Air juga merupakan komponen penting dalam bahan pangan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan kita. Bahkan dalam bahan makanan yang kering sekalipun, seperti buah kering, tepung, serta biji-bijian terkandung air dalam jumlah tertentu (Winarno, 1997).

Konsep sederhana tentang kadar air bahan pangan menyatakan bahwa bahan pangan terdiri dari bahan kering ditambah sejumlah air. Pemikiran yang demikian memang praktis, akan tetapi pada kenyataannya air yang terkandung di dalam bahan makanan bisa merupakan bagian seutuhnya dari bahan pangan itu sendiri. Air dalam bahan pangan bisa terdapat di antara sel-sel maupun terdapat di dalam sel. Air bebas terdapat di dalam jaringan, sedangkan air terikat biasanya di dalam sel (Syarief, 1992).

1.2. Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan pengeringan ini adalah untuk mengeluarkan sebagian air dari suatu bahan dengan menggunakan energi panas. Selain itu, untuk mengetahui kadar air bahan padat sampai batas tertentu, sehingga bahan tersebut bebas terhadap serangan mikroorganisme, enzim, dan insekta yang merusak (Wirakartakusumah, 1992).

1.3. Prinsip Percobaan

Prinsip dari percobaan pengeringan adalah berdasarkan adanya perbedaan kelembaban (humidity) antara udara kering dengan bahan yang dikeringkan dan juga berdasarkan adanya perpindahan panas dari udara pengering ke dalam bahan yang dikeringkan sehingga terjadi penguapan air dari bahan yang dikeringakan.

1.4. Manfaat Percobaan

Manfaat dari percobaan pengeringan adalah mahasiswa dapat memahami cara kerja dari alat pengeringan, memahami variabel-variabel operasi dalam proses pengeringan, mengetahui pengambilan data-data percobaan secara benar dan mengolahnya, memahami pembuatan grafik hubungan antara kadar air bahan padat dengan kecepatan pengeringan, dan kemudian dapat menentukan kadar air kritis pada bahan padat yang dikeringkan selama proses pengeringan.

1.5. Waktu dan Tempat Percobaan

Percobaan penreringan dilakukan pada hari Kamis, tanggal 25 November 2010. Tempat pelaksanaan percobaannya adalah di Laboratorium Mesin Peralatan Industri Pangan,


II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan mengenai : 2.1. Pengeringan, 2.2. Karakteristik Hidratasi, 2.3. Perpindahan Panas, 2.4. Fenomena Dalam Pengeringan, 2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Pengeringan, 2.6. Kentang dan 2.7. Macam-macam Pengeringan.

2.1. Pengeringan

Pengeringan (dehidrasi) melibatkan aplikasi simultan dari pemanasan dan penghilangan sejumlah kadar air dalam bahan pangan (Fellows, 1990).

Udara panas saat ditiupkan di atas permukaan bahan yang basah, panas dipindahkan ke atas permukaan dan panas latennya dapat menyebabkan penguapan. Uap air berdifusi melalui ikatan lapisan film udara dan terbawa oleh udara yang bergerak. Hal ini membentuk tekanan uap air yang lebih rendah pada permukaan makanan dan gradien tekanan uap air didapatkan dari kadar air bahan pangan menuju ke udaran kering. Gradien ini yang kemudian menyediakan “Driving Force” untuk pemindahan panas dari bahan pangan (Fellows, 1990).

Bahasa ilmiah pengeringan adalah penghidratan, yang berarti menghilangkan air dari suatu bahan. Proses pengeringan atau penghidratan berlaku apabila bahan yang dikeringkan kehilangan sebahagian atau keseluruhan air yang dikandungnya. Proses utama yang terjadi pacta proses pengeringan adalah penguapan. Penguapan terjadi apabila air yang dikandung oleh suatu bahan teruap, yaitu apabila panas diberikan kepada bahan tersebut. Panas ini dapat diberikan melalui berbagai sumber, seperti kayu api, minyak dan gas, arang baru ataupun tenaga surya (ExelI, 1980).

Pengeringan juga dapat berlangsung dengan cara lain yaitu dengan memecahkan ikatan molekul-molekul air yang terdapat di dalam bahan. Apabila ikatan molekul-molekul air yang terdiri dari unsur dasar oksigen dan hidrogen dipecahkan, maka molekul tersebut akan keluar dari bahan. Akibatnya bahan tersebut akan kehilangan air yang dikandungnya (ExelI, 1980).

Cara ini juga disebut pengeringan atau penghidratan. Untuk memecahkan ikatan oksigen dan hidrogen ini, biasanya digunakan gelombang mikro. Gelombang mikro merambat dengan frekuensi yang tinggi. Apabila gelombang mikro disesuaikan setara dengan getaran molekul-molekul air maka akan terjadi resonansi yaitu ikatan molekul-molekul oksigen dan hidrogen digetarkan dengan kuat pada frekuensi gelombang mikro yang diberikan sehingga ikatannya pecah (ExelI, 1980).

2.2. Karakteristik Hidratasi

Karakteristik hidratasi bahan pangan dapat diartikan sebagai karakteristik fisik yang meliputi interaksi antara bahan pangan dengan molekul air yang terkandung di dalamnya dan molekul air di udara sekitarnya. Peranan air dalam bahan pangan biasanya dinyatakan sebagai kadar air dan aktivitas air. Peranan air di udara dinyatakan dalam kelembaban relatif (RH) dan kelembaban mutlak (H) (Syarief, 1992).

Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan, yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar air berat basah mempunyai batas maksimun teoritis sebesar 100%, sedangkan kadar air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100% (Syarief, 1992).

Kadar air berat basah dapat ditetapkan dengan persamaan :

dimana :

Ka

= Kadar air berat basah (%)

Ba

= Berat air dalam bahan (g)

Bk

= Berat bahan kering mutlak (g)

Bt

= Berat total = Ba + Bk, (g)

Kadar air berat kering adalah air yang diuapkan dibagi berat bahan setelah pengeringan. Jumlah air yang diuapkan adalah berat bahan sebelum pengeringan dikurangi berat bahan setelah pengeringan, sebagai mana persamaan berikut :

dimana :

Ka

= Kadar air berat kering (%)

Ba

= Berat air dalam bahan (g)

Bk

= Berat bahan kering mutlak (g)

ka

= Kadar air berat basah

(Syarief, 1992).

Berat bahan kering yaitu berat bahan setelah mengalami pemanasan dalam waktu tertentu sampai tercapainya berat konstan. Pada keadaan berat konstan tersebut tidak seluruh air yang terkandung dalam bahan teruapkan, akan tetapi hasil yang didapat disebut berat kering (Syarief, 1992).

2.3. Perpindahan Panas

Pengeluaran air dari bahan pangan bersangkutan dengan pemindahan panas dan massa secara simultan. Pindah panas akan terjadi dalam produk berhubungan dengan gradien suhu antara permukaan produk dengan permukaan air pada beberapa lokasi dalam bentuk produk.

Perpindahan panas dan pindah massa dalam suatu produk terjadi pada tingkat molekul. Perpindahan panas ini ditentukan oleh konduktifitas panas produk, sedangkan pindah massa akan proporsional dengan difusi molekul uap air dalam udara. Perpindahan panas akan terjadi selama pengeringan dapat terjadi secara konveksi, konduksi, dan radiasi. Dalam prakteknya semua pindah panas dapat terjadi secara bersama-sama dalam bahan yang terjadi secara mikroporus di mana ruang kosong dalam bahan cairan berisi cairan atau uap, pindah panas internal terjadi secara konduksi. Jika ruang kosong tersebut besar konveksi panas dalam cairan yang mengisi ruang dan kapiler lebih dominan. Jika tekanan udara sekitar bahan yang dikeringkan, seperti pada pengeringan vakum, baik pindah panas konveksi maupun konduksi berkurang. Di sini pindah panas secara radiasi memegang peranan penting dalam suplai panas yang diperlukan untuk pengeringan (Wirakartakusumah, 1992).

2.3. Perpindahan Panas

Dalam pengeringan dengan udara, udara yang dipanaskan menyediakan panas untuk memenuhi kebutuhan panas sensibel dan panas laten penguapan air dari bahan pangan. Uap air kemudian ditransfer dari permukaan bahan pangan ke udara yang mengalir dan berdifusi dari system jaringan dari bagian dalam ke permukaan selanjutnya dibawa udara yang telah dipanaskan. Oleh karena itu pengeringan udara merupakan proses pindah panas secara bersamaan (Wirakartakusumah, 1992).

Karakteristik proses hidratasi dapat diperhatikan dari kadar air produk sebagai fungsi dari waktu pengeringan. Data tersebut dapat dikonversikan sehingga menghasilkan parameter karakteristik proses pengeringan dan memungkinkan pendugaan waktu pengeringan serta pengaruh variabel-variabel eksternal terhadap kecepatan pengeringan (Wirakartakusumah, 1992).

Kecepatan transfer panas, dengna begitu suhu permukaan tetap konstant permukaan bahan padat dapat diibaratkan sarug thermometer bola basah. Pada kondisi tertentu suhu permukaan konstant dan sama dengan suhu bola basah udara pengering. “Driving force” yang menyebabkan pergerakan uap melalui lapisan udara stagnasi adalah gradien tekanan uap air antara permukaan bahan yang dikeringkan dengna udara pengering (Wirakartakusumah, 1992).

2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Pengeringan

2.5.1.Faktor Internal

a. Sifat Bahan

Sifat bahan yang dikeringkan (komposisi kimia dan struktur fisik) merupakan faktor utama yang mempengaruhi kecepatan pengeringan. Jika potongan wortel dan kentang dengan bentuk dan ukuran yang sama dikeringkan pada kondisi yang sama, kedua jenis potongan tersebut akan kehilangan air dengan kecepatan yang sama pada awal pengeringan. Jika kadar air dinyatakan dalam gram air per gram bahan kering, maka kecepatan pengeringan wortel sekitar dua kali kecepatan pengeringan kentang karena kadar padatan wortel sekitar setengah kali kadar padatan kentang. Komposisi kimia struktur fisik bahan berpengaruh terhadap tekanan uap air dalam keseimbangan dan difusitas air dalam bahan tersebut pada suhu tertentu (Wirakartakusumah, 1992).

b. Ukuran

Kecepatan pengeringan lempengan basah yang tipis berbanding terbalik dengan kuadrat ketebalannya, jadi jika potongan bahan pangan dengan tebal satu pertiga dari semula dikeringkan akan mengalami pengeringan yang sama dengan kecepatan 9 kali kecepatan asalnya. Ini terjadi pada kondisi di mana resistensi internal terhadap pergerakan air jauh lebih besar daripada resistensi permukaan terhadap penguapan. Oleh karena itu waktu pengeringan dapat dipersingkat dengan pengurangan ukuran bahan yang dikeringkan. Fenomena ini diterapkan dalam spray drying, di mana diameter partikel hasil atominasi atau penyemprotan hanya beberapa mikron (Wirakartakusumah, 1992).

c. Unit Permuatan

Beberapa hal dalam penambahan bahan basah pada rak pengeringan analog dengan meningkatkan ketebalan potongan bahan, sehingga akan mengurangi kecepatan pengeringan.

Perbedaan rasio muatan dengan luas permukaan akan menurun selama pengeringan berlangsung karena penyusutan volume. Struktur lapisan pada rak akan lebih terbuka dan lebih tipis sehingga pengeringan terjadi pada seluruh lapisan. Kapasitas pengering rak, yaitu berat bahan basah yang dapat dikeringkan per satuan waktu meningkat dari nol pada waktu tanpa muatan sampai maksimum pad satuan muatan intermediet (Wirakartakusumah, 1992).

2.3.2.Faktor Eksternal

a. Depresi Bola Basah

Depresi bola basah, yaitu perbedaan suhu udara (suhu bola kering) dengan suhu bola basah, merupakan faktor eksternal paling penting dalam pengeringan. Jika depresi bola basah udara yang melewati bahan nol, berarti udara jenuh dan tidak akan terjadi pengeringan. Jika depresi bola basah besar, maka potensial pengeringan tinggi dan kecepatan pengeringan pada tahap awal maksimum.

b. Suhu Udara

Depresi bola basah jika dijaga konstan pada berbagai suhu bola basah, kecepatan pengeringan tahap awal hampir sama. pada tahap selanjutnya, kecepatan akan lebih tinggi pada suhu udara yang lebih tinggi karena pada kadar air yang rendah pengaruh penguapan terhadap pendinginan udara dapat diabaikan dan suhu bahan mendekati suhu udara. Distribusi air dalam bahan yang mempengaruhi kecepatan pengeringan pada tahap ini bertambah cepat dengan meningkatnya suhu (Wirakartakusumah, 1992).

c. Kecepatan Aliran Udara

Laju pengeringan bahan seperti halnya pada penguapan dari permukaan air tergantung kecepatan udara yang melewati (kontak dengan) bahan. Pengaruh perbedaan kecepatan sangat nyata pada kecepatan udara beberapa ratus kaki per menit. Peningkatan kecepatan udara pada kisaran 1000 kaki per menit kecil sekali pengaruhnya terhadap laju pengeringan (Wirakartakusumah, 1992).

2.6. Kentang

Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan tanaman semusim yang berbentuk semak, termasuk Divisi Spermatophyta, ubdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, Ordo Tubiflorae, Famili Solanaceae, Genus Solanum, dan Spesies Solanum tuberosum L. (Beukema, 1977).

Tanaman kentang berasal dari Amerika Selatan (Peru, Chili, Bolivia, dan Argentina) serta beberapa daerah Amerika Tengah. Di Eropa daratan tanaman itu diperkirakan pertama kali diintroduksi dari Peru dan Colombia melalui Spanyol pada tahun 1570 dan di Inggris pada tahun 1590 (Hawkes, 1990).

Penyebaran kentang ke Asia (India, Cina, dan Jepang), sebagian ke Afrika, dan kepulauan Hindia Barat dilakukan oleh orang-orang Inggris pada akhir abad ke-17 dan di daerah-daerah tersebut kentang ditanam secara luas pada pertengahan abad ke-18 (Hawkes, 1992).

Menurut Permadi (1989), saat masuknya tanaman kentang di Indonesia tidak diketahui dengan pasti, tetapi pada tahun 1794 tanaman kentang ditemukan telah ditanam di sekitar Cisarua (Kabupaten Bandung) dan pada tahun 1811 tanaman kentang telah tersebar luas di Indonesia, terutama di daerah-daerah pegunungan di Aceh, Tanah Karo, Sumatera Barat, Bengkulu, Sumatera Selatan, Minahasa, Bali, dan Flores. Di Jawa daerah-daerah pertanaman kentang berpusat di Pangalengan, Lembang, dan Pacet (Jawa Barat), Wonosobo dan Tawangmangu (Jawa Tengah), serta Batu dan Tengger (Jawa Timur).

Kentang termasuk tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropika dan subtropika (Ewing dan Keller, 1982), dapat tumbuh pada ketinggian 500 sampai 3000 m di atas permukaan laut, dan yang terbaik pada ketinggian 1300 m di atas permukaan laut. Tanaman kentang dapat tumbuh baik pada tanah yang subur, mempunyai drainase yang baik, tanah liat yang gembur, debu atau debu berpasir.

Tanaman kentang toleran terhadap pH pada selang yang cukup luas, yaitu 4,5 sampai 8,0, tetapi untuk pertumbuhan yang baik dan ketersediaan unsur hara, pH yang baik adalah 5,0 sampai 6,5. Menurut Asandhi dan Gunadi (1989), tanaman kentang yang ditanam pada pH kurang dari 5,0 akan menghasilkan umbi yang bermutu jelek. Di daerah-daerah yang akan ditanam kentang yang menimbulkanmasalah penyakit kudis, pH tanah diturunkan menjadi 5,0 sampai 5,2.

Pertumbuhan tanaman kentang sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca.Tanaman kentang tumbuh baik pada lingkungan dengan suhu rendah, yaitu 15 sampai 20 oC, cukup sinar matahari, dan kelembaban udara 80 sampai 90 % (Sunarjono, 1975).

Suhu tanah berhubungan dengan proses penyerapan unsur hara oleh akar, fotosintesis, dan respirasi. Menurut Burton (1981), untuk mendapatkan hasil yang maksimum tanaman kentang membutuhkan suhu optimum yang relatif rendah, terutama untuk pertumbuhan umbi, yaitu 15,6 sampai 17,8 oC dengan suhu ratarata 15,5 oC. Dengan penambahan suhu 10 oC, respirasi akan bertambah dua kali lipat. Jika suhu meningkat, laju pertumbuhan tanaman meningkat sampai mencapai maksimum. Laju fotosintesis juga meningkat sampai mencapai maksimum, kemudian menurun. Pada waktu yang sama laju respirasi secara bertahap meningkat dengan meningkatnya suhu. Kehilangan melalui respirasi lebih besar daripada tambahan yang dihasilkan oleh aktivitas fotosintesis. Akibatnya, tidak ada peningkatan hasil netto dan bobot kering tanaman dan umbi menurun.

2.7. Macam-macam Pengeringan

Pengeringan dapat diklasifikasikan menjadi 3 type yaitu pengeringan konveksi udara, pengeringan vakum dan oengerigan drum atau roll. Pada pengeringan konveksi udara, udara yang telah dipanaskan dihembus agar mengenai (kontak dengan) bahan pangan dan mensuplai panas yang dibutuhkan untuk penguapan. Pengeringan ini bias digunakan untuk produk yang berbentuk potongan maupun cairan atau puree. Kelompok yang disebut pendahulu meliputi pengeringan cabinet, pneumatik (air-lift), terowongan dan konveyor. Sedangkan kelompok yang disebut terakhir terdiri dari spray dryer dan drum dryer (Wirakartakusumah, 1992).

Pengering vakum dibagi menjadi dua, petama pengering yang dioperasikan dengan vakum moderat, yaitu tekanan absolute sekitar 5mmHg, yang lainnya tergantung dari beberapa jenis pengeringan beku yang dioperasikan pada tekanan yang rendah. (Wirakartakusumah, 1992).

Ada beberapa jenis dari tipe tersebut merupakan pengering batch (cabinet, drum dan pengering beku) jenis lainnya merupakan pengering kontinyu (pengering terowongan, konveyor dan spray) (Wirakartakusumah, 1992).


III METODOLOGI PERCOBAAN

Bab ini menguraikan mengenai : (1) Bahan yang Digunakan, (2) Alat yang Digunakan, dan (3) Metode Percobaan.

3.1. Bahan yang Digunakan

Bahan yang digunakan dalam pengeringan ini adalah Kentang.

3.2. Alat yang Digunakan

Alat yang digunakan dalam pengeringan adalah tunnel dryer, Slicer, plastik, pisau, pengukur Rh dan Suhu, serta timbangan.

3.3. Metode Percobaan

Metode percobaan pada pengeringan ini adalah sampel kentang ditimbang, dikupas, kemudian diiris menggunakan slicer, dicuci dan diletakan pada tray yang sebelumbya telah diukur panjang dan lebarnya. Tray tersebut dimasukan ke dalam tunnel dryer yang sebelumnya telah dinyalakan dan diatur suhunya sebesar 800C. Setiap 30 menit dilakukan penimbangan dan diukur suhu dan RH-nya dengan alat anemometer kemudian catat temperatur bola basah (Tw) dan bola kering udara segar dan tentukan temperatur bola basah (Tw) dan bola kering udara segar dengan menggunakan diagram psikometrik. Lakukan pengeringan dalam waktu 5-6 jam. Setelah selesai melakukan pengeringan, bahan disimpan pada plastik sampel.


IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menguraikan mengenai : (1) Hasil Pengamatan dan (2) Pembahasan.

4.1. Hasil Pengamatan

Berdasarkan hasil percobaan pengeringan dengan sampel kentang diperoleh data sebagai berikut :

Tabel 1. Hasil Percobaan Pengeringan dengan Tunnel Dryer Terhadap Kentang

t

(h)

W

(kg)

RH (%)

Tw (oC)

Td (oC)

X

(kg H2O/Kg pdtan kering)

R

(kg/h.m2)

0

0,053

38

31,2

44

4,5744

0,2978

0,5

0,041

66

27

32

3,2978

0,2976

1,0

0,029

43

31,2

44

2,0212

0,2480

1,5

0,019

40

32,5

45

0,9574

0,1488

2,0

0,013

40

32,2

46

0,3191

0,0496

2,5

0,011

38

32,2

46

0,1063

0,0247

3,0

0,010

35

25

48

0

0

3,5

0,010

35

31,5

45

0

0

4,0

0,010

39

32,5

45

0

0

Sumber: Meja 2, Kelompok IV, (2010)

Tabel 2. Hasil Pengamatan Gravimetri

Keterangan

Hasil

W cawan (Wc)

0,03109 Kg

Wc + Ws Sebelum Pengeringan (awal)

0,03543 Kg

Wc + Ws Setelah Pengeringan rata-rata (akhir)

0,03186 Kg

Kadar air kentang

82,25 %

Sumber: Meja 2, Kelompok IV, (2010)

tc

Grafik 1. Grafik Hubungan Kadar Air dengan Waktu Pengeringan.

xc

R

Grafik 2. Hubungan Laju Pengeringan dengan Kadar Air

Menurut derajat keterikatan air, air terikat dapat terbagi atas empat tipe :

Tipe I, adalah molekul air yang terikat pada molekul-molekul lain melalui suatu ikatan hidrogen yang berenergi besar. Air tipe ini tidak dapat membeku pada proses pembekuan, tetapi sebagian air ini dihilangkan dengan cara pengeringan biasa. Air tipe ini terikat kuat dan sering kali disebut air terikat dalam arti sebenarnya (Winarno, 1997).

Tipe II, yaitu molekul-molekul air membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air lain, terdapat dalam mikrokapiler dan sifatnya agak berbeda dari air murni. Air jenis ini lebih sukar dihilangkan dan penghilangan air tipe II akan mengakibatkan penurunan Aw (Winarno, 1997).

Tipe III, adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler, serat, dan lain-lain. Air tipe III inilah yang sering disebut dengan air bebas. Air tipe ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi (Winarno, 1997).

Tipe IV, adalah air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau air murni dengan sifat-sifat air biasa dan keaktifan penuh (Winarno, 1997).

Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan Aw, yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya (Winarno, 1997).

Mekanisme pengendalian proses pengeringan produk pangan bergantung pada struktur bahan beserta parameter pengeringan: kadar air, dimensi produk, suhu medium pemanas, berbagai laju perpindahan pada permukaan dan kesetimbangan kadar air. Kesetimbangan kadar air ini bergantung kepada sifat alami bahan padat yang dikeringkan dan kondisi udara pengering. Oleh karenanya mekanisme pengeringan dapat dibagi dalam 3 katagori. Pertama, penguapan dari suatu permukaan bebas. Operasi ini mengikuti hukum pindah panas dan pindah masa yang berlaku pada suatu objek basah. Kedua, aliran bahan cair dalam pipa-pipa kapiler, dan yang ketiga difusi bahan cair atau uap air. Operasi ini mengikuti hukum difusi II Fick's law . Kemampuan udara pengering memindahkan air dari produk yang dikeringkan bergantung kepada suhu dan jumlah uap air yang berada atau dikandung oleh udara tersebut atau dikenal dengan istilah kelembaban mutlak udara (absolute humidity) (Lin, 2009).

Pengering cabinet (Kabinet Dryer)

Pengering cabinet dapat dikelompokan sebagai batch udara, biasanya ditujukan untuk operasi pengeringan dengan skala yang ukurannya mulai dari skala laboratorium yang dapat diletakan diatas sampai kapasitas, 1 ton atau lebih bahan basah setiap batch (Wirakartakusumah, 1992).

Sistem pengerigan tipe ini disebut juga “tray dryer” karena biasanya menggunakan talam atau rak penampung sebagai penyangga bahan yang akan diuapkan dengan udara panas ,dilengkapai dengan kipas angin internal untuk menggerakan medium pengering biasanya udara melalui system panas mendistribusikannya secara merata melalui satu atau beberapa rak berisi bahan yang dikeringkan dalam ruang pengering (Wirakartakusumah, 1992).

Pengeringan terowongan (Tunnel Dryer)

Pengeringan terowongan atau tunnel dryer pada dasarnya merupakan satu kelompok pengering batch truck dan rak yang dioperasikan dalam satu rangkaian sehingga nampak kontinyu (Wirakartakusumah, 1992).

Berdasarkan arah aliran produk dan aliran udara pengeringan tipe ini terdiri dari 2 jenis yaitu Counterflow Tunnel dan Parallel-flow dalam Counterflow Tunnel udara dihembuskan melalui pruduk dari ujung dimana produk keluar setelah selesai pengeringan, sehingga arah aliran udara berlawanan dengan arah gerakan produk udara yang menyerap dan membawa air diisap pada ujung terowongan atau sebagian disirkulasi kembali (Wirakartakusumah, 1992).

Untuk mengetahui suhu basah (Tw) didapat dengan melihat diagram psikometrik. Diagram Psikometrik adalah diagram hubungan termodinamik antara campuran uap air dan udara. Hubungan ini perlu dimengerti untuk memahami proses pengeringan karena bertalian dengan peran usaha pengambilan air dari produk yang dikeringkan.

Gambar 6. Diagram Psikometrik

Kelembaban Relatif atau Kelengasan Nisbi adalah perbandingan antara tekanan parsial uap air terhadap tekanan uap jenuh pada suhu tertentu. Kelembaban Mutlak (Y) adalah besaran yang digunakan untuk menentukan jumlah uap air di udara. Untuk menentukan kelembaban nisbi dan kelembaban mutlak dapat digunakan kurva psikometrik, dengan mengukur suhu udara basah dan suhu udara kering. Alat pengukur kelembaban nisbi secara langsung yang dapat digunakan dengan ketelitian yang cukup tinggi, antara lain dengan " Sling Psychrometer" dan Higrometer. Pada penggunaan Sling Psychrometer, perbedaan suhu bola kering dan bola basah menunjukkan kelembaban udara itu. Makin besar perbedaan suhu yang ada, maka makin rendah kelembaban nisbi yang ada di udara sekeliling pada saat itu. Suhu bola kering pada carta psikrometrik ditunjukkan oleh garis tegak lurus, sedangkan suhu bola basah oleh garis-garis miring. Kelembaban nisbi ditunjukkan oleh garis lengkung, sedang garis-garis horizontal menunjukkan kandungan air di udara (Supriyono, 2003).


DAFTAR PUSTAKA

Beukema, H.P., and D.E. van der Zaag. (1979) Potato improvement. International Agriculture Centre, Wageningen.

Brennan, J. G. dkk, (1969), Food Engineering Operations, Applied Science Publisher Limited, London.

Burton, W.G. (1981). Challenges for stress physiology in potato. Am. Potato J. 58 : 3-14.

Effendi, S.M., (2002), Teknologi Pengawetan Pangan, Lemlit Unpas, Bandung.

Ewing, E.E., and R.E. Keller. (1982). Limiting factors to the extension of potato into non-traditional climates. p. 37-40. Proc. Int. Congr. Research for the Potato in the Year 2000. International Potato Centre.

ExelI, R.B., (1980). A Simple Solar Rice Dryer: Basic Design Theory, da1am Sunworl, Vol. 4 (6), New York: Pergamon Press.ha1aman

Fellow, P., 1990, Food Processing Technology Principles and Practice, Ellis Horwood, New York.

Hawkes, J.G. (1990). The potato, evolution, biodiversity, and genetic resources. Balhaven Press, London.

James, M. G., D. S. Robertson, A. M. Myers, (2010) Characterization of the Maize Gene sugary1, a Determinant of Starch Composition in Kernels. The Plant Cell 7 (4): 417-429

Iin, (2010), Pengeringan, www.mycampus.com. Diakses 28 November 2010.

Permadi, A.H. (1989), Asal-usul dan penyebaran kentang, Balai Penelitian Hortikultura, Lembang.

Sunarjono, H. (1975) , Budidaya kentang, N.V. Soeroengan, Jakarta.

Supriyono, (2003), Mengukur Faktor-faktor Dalam Pengeringan, Bagian Pengembangan Kurikulum Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional. Diakses 28 November 2008.

Wirakartakusumah, Aman. dkk, 1992, Peralatan Dan Unit Proses Industri Pangan, Institut Pertanian Bogor, Bogor


LAMPIRAN PENGERINGAN

1. Perhitungan Kadar Air Bahan dengan Gravimetri

2. Perhitungan Berat Padatan Kering (Ws)

Ws = Wawal bahan – (Wawal bahan x %Air)

= 0,053 – (0,053 x 82,25%)

= 0,0094 Kg

3. Perhitungan Kadar Air Bebas (x)

X3, X3,5, X4 = 0

R0 = WS x dx = 0,0094 x 1,2766 = 0,1166 x 2,5532 = 0,2978

A x dt 0,0806 x 0,5

R0,5 = 0,1166 x 2,353 = 0,2976

R1 = 0,1166 x 2,1276 = 0,2480

R1,5 = 0,1166 x 1,2766 = 0,1488

R2= 0,1166 x 0,4256 = 0,0496

R2,5 = 0,1166 x 0,2126 = 0,0247

1 komentar:

  1. Casinos Near Harrah's Resort and Casino - MapYRO
    A map showing casinos 광양 출장마사지 and other gaming facilities located 영천 출장샵 near Harrah's Resort and Casino, located 영천 출장샵 in Atlantic City 안산 출장마사지 at 1002 이천 출장안마 N.J..

    BalasHapus